Cerita Pandemonium ini adalah cerita fiksi mengenai Republik Iconesia.
Segala kejadian yang digambarkan adalah fiksi belaka, namun didasarkan pada cerita kehidupan yang sama sekali berbeda, well enjoy yah...
Serine mobil polisi meraung-raung di sekitar Kompleks Istora Kapten Muslihat. Beberapa jalan utama yang mengarah ke kompleks istora ditutup sejak pagi.
Istora Kapten Muslihat adalah bagian dari proyek pusat kota terpadu yang digagas sejak era menristek Dian Mardiana. Kompleks gelanggang olahraga terpadu ini terletak di sebelah barat Istana Kepresidenan Iconesia, kedua landmark paling terkenal itu dihubungkan oleh Jalan Raya Kapten Muslihat. Jalan Raya Kapten Mulsihat kemudian terhubung dengan jalan-jalan protokol lain yang menghubungkan ke pusat-pusat pemerintahan, public service, dan area komersial.
Biasanya, setiap harinya, lalulintas di sepanjang Jalan Raya Kapten Muslihat sangat padat, dari depan Istora sampai ke persimpangan ke jalan Juanda, dimana terletak pusat area komersial.
Tapi hari ini Jalan Raya Kapten Muslihat dipenuhi orang. Orang-orang itu mengenakan kaus partai dan mengibar-ngibarkan bendera partai. Mereka mulai berkerumun sejak pagi dan kini masih saja memenuhi jalanan. Di simpangan jalan Juanda, mobil polisi tampak melintang memblokir jalan.
Orang-orang yang menyemut di sepanjang Jalan Raya Kapten Muslihat sebenarnya adalah mereka yang tak bisa masuk ke dalam Stadion utama Istora Kapten Muslihat. Stadion Utama itu telah penuh sesak oleh massa.
Di tengah lapangan dalam stadion dibangun panggung besar. Ditengah panggung itu ada podium yang lebih tinggi. Sisi kiri dan kanan panggung dipenuhi oleh fungsionaris partai Gerico dan sang ketua partai Gerico masih terus berorasi di podium utama. Kata-katanya yang bersemangat selalu dibalas oleh riuh rendah simpatisan partai yang menyemut.
Berkali-kali teriakan "GERICO !!" menggema di Istora Kapten Muslihat.
Partai Gerico adalah partai baru, sebenarnya nama partai itu adalah Partai Gerakan Iconesia Raya, namun orang orang sering menyebutnya Gerico saja. Jika dibandingkan dengan Partai NSDP, atau partai ICON, Gerico barulah seumur jagung. Namun Partai ini sangat fenomenal, dalam waktu singkat Gerico mampu menggalang masa sangat besar.
Orang yang kini berdiri di podium utama adalah ketua umum Gerico. Ia adalah Dedi Gober, dahulu ia adalah termasuk kaum intelektual muda yang pernah membesarkan Iconesia. Tak banyak yang diketahui mengenai sosok Dedi Gober, para pendukungnya menyatakan kalau ia orang yang percaya diri. Namun Politikus partai lain menyebutnya angkuh dan sombong.
Walau memiliki banyak simpatisan, seseungguhnya partai ini dan ketua umumnya seperti berdiri di balik bayangan. Dedi Gober jarang sekali tampil di depan publik, kecuali untuk berorasi, ia pun jarang datang ke kantor pusat DPP Gerico. Ia lebih sering berada di kediamannya di Cipaku, di pinggir kota bogor, dikelilingi oleh sepuluh orang kepercayaannya, ia menyebut mereka sebagai staff ahli.
Dedi Gober pun jarang muncul di televisi, bahkan di siaran berita sekalipun. Beberapa tahun lalu wajahnya memang sering tampil di infotaiment karena ia digosipkan memiliki hubungan khusus dengan host presenter terkenal, tapi itu dulu sebelum ia menjadi ketua umum Gerico. Kini wajahnya jarang terlihat di media.
Sang ketua umum mengakhiri orasinya dengan diiringi pekikan-pekikan simpatisan partai. Rizky Babe sang Sekjen Partai segera menggantikan posisinya di podium utama. Dedi gober dengan kawalan ketat pasukan pengaman partai segera meninggalkan Stadion utama. Di luar Stadion ia telah ditunggu oleh kendaraan pribadinya, sebuah sedan Mercedes berwarna hitam.
Mobil itu kemudian menderu kencang melewati para pendukung Gerico di sepanjang Jalan Kapten Muslihat. Orang-orang itu hanya bisa melambai-lambaikan tangan.
Di dalam mobil, Dedi Gober, menatap ke luar jendela mobilnya, menatapi para pendukungnya yang mengelu-elukannya. Ia tersenyum angkuh.
***
Tiga jam setelahnya, mobil Mercedes hitam itu telah sampai ke kawasan Cipaku. Ia membelok ke arah pintu gerebang besar yang kemudian terbuka secara otomatis ke arah dalam. Setelah mobil itu masuk, pintu gerbang kembali menutup.
Si sopir membukakkan pintu bagi sang pemimpin partai. Dedi Gober pun melangkah keluar dari mobil lalu segera masuk ke pintu rumah.
Rumah di kawasan Cipaku ini adalah kediaman pribadi Dedi Gober. Rumah ini dikelilingi oleh pagar tinggi menjulang yang selalu tertutup rapat.
Ia masuk ke ruang kerjanya, Dedi Gober tak senang dengan ruangan terang benderang, ia membiarkan ruang kerjanya tetap gelap. Di dalam ruangan itu telah menantinya sepuluh orang yang disebut sebagai Staff ahlinya.
Sepuluh orang itu, sembilan pria dan satu wanita, menundukkan kepala tanda hormat saat Dedi Gober masuk. Sang ketua partai memerintahkan ajudannya menutup pintu dari luar dan segera menjauh.
Di dalam ruangan, Dedi Gober mulai meminta laporan dari kesepuluh staff ahlinya itu.
***
Pria tinggi langsing itu melemparkan remote control Televisi usai ia mematikannya. Wajahnya merah padam, rahangnya yang kaku tampak bergemeretuk karena geram.
Ia adalah Presiden Iconesia, walau demikian ia lebih senang disebut sebagai Fuhrer. Sebagai Fuhrer ia memerintah secara otoriter, baginya kekuasaan haruslah dipegang secara terpusat dan hanya ada satu dan satu-satunya pemimpin.
Ia tidak menikah dan konon tak memiliki hubungan spesial dengan wanita manapun. Tentu saja itu menghembuskan gosip tak sedap tentang dirinya. Namun ia menepis semua gosip dengan pemerintahan ala Von Bischmark dan ala Hitler yang fasis dan totaliter.
Watak ultranasionalisnya yang kaku membuatnya kurang disukai oleh etnis minoritas, Partai ICON dan PJP berulang kali memprotesnya di Parlemen, namun apa daya NSDP yang juga ultranasionalis selalu mendukung sikap diskriminatif sang Fuhrer.
Sang Wapres Terpilih, Gana Panduwinata, mengundurkan diri setelah baru 3 bulan menjabat. Alasannya adalah ia tak mendapatkan porsi sedikit pun di pemerintahan. Gana menganggap era sang Fuhrer sama saja dengan era satu partai dahulu dimana partai ICON yang "sama rata sama rasa" menjadi partai tunggal.
Jendral Djarot pun tak suka padanya, padahal Sang Fuhrer membuat peran militer menjadi super besar di Iconesia. Walau peran miiter sangat besar, namun peran Panglima TNI sangat terbatas. Fungsi taktis militer digantikan oleh Waffen SS yang notabene hanya setia pada sang Fuhrer. Menurut Jarot, Fuhrer tebe bermain-main dengannya, sang Fuhrer telah mengebirinya lalu menusuknya dari belakang, sesuatu yang konon senang dilakukan oleh sang Fuhrer.
"Cari masalah!" katanya geram "Orang itu benar-benar cari masalah..."
Partai Gerico memang mencari sensasi, mereka mengadakan rapat umum pada hari dan jam yang sama dimana sang Fuhrer membacakan pidato kenegaraannya. Mereka mencuri perhatian Iconesia, mengalihkan perhatian orang dari pidato sang Fuhrer.
Lebih Parah lagi, Dedi Gober memilih Istora Kapten Muslihat sebagai tempat rapat umum, suatu tempat yang penamaannya didedikasikan untuk menghormati kakek sang Fuhrer.
Ia meraih telepon di atas meja dan,
Label: pandemonium
Markas Besar TNI terletak di Jalan Merdeka, jalanan yang sepi dari aktivitas. Bangunan markas adalah bangunan tua peninggalan Belanda, yang telah direnovasi berulang-ulang. Tak hanya bangunan Mabes yang bangunan lama, malah seluruh bangunan di sepanjang jalan itu adalah bangunan tua. Di bangunan utama, Panglima Tentara Nasional Iconesia, suatu institusi yang dulu dikenal dengan Angkatan Bersenjata Republik Iconesia, duduk merenung di depan meja kerjanya yang membelakangi jendela. Ia memutar kursi kerjanya yang empuk menghadap jendela. Hatinya ikut murung bagai langit mendung di luar sana.
Jendral Djarot Ganesha, Panglima Tentara Nasional Iconesia itu, kini berusia lima puluh dua tahun. Tubuhnya kini gempal, berbeda dengan fotonya semasa prajurit yang ia gantung di ruang kerja, namun ketegasan masih tampak di wajahnya. Karier militernya gemilang, terutama jika mengingat ia bukanlah warga negara Iconesia asli. Ia mendapatkan kewarganegaraannya pada masa immigrant booming yang pertama.
Karier militernya melejit selama masa Perang Saudara Iconesia. Ia masih ingat benar masa itu dimana sulit membedakan mana kawan dan mana lawan. Jendral Jarot tampaknya memilih pihak yang tepat waktu itu, dan kini ia adalah Panglima TNI.
Yang membuatnya murung adalah laporan berjilid spiral yang tergeletak di meja kerjanya. Laporan itu langsung didapatkannya dari orang kepercayaannya di intelejen.
Ia membolak-balik laporan berjilid spiral di tangannya. Sesekali ia memutar-mutar arah kursi kerjanya yang empuk, kursi itu pun berderit tertahan.
Awalnya ia mengira itu hanyalah laporan intelejen rutin sampai ia terhenti di halaman 103, halaman-halaman sebelumnya dilahapnya dengan cepat. Namun sekarang ia tampak ragu.
Pada mulanya ia terkejut. Ia sudah tahu bahwa negara tak kunjung stabil. Namun kenyataan tersembunyi di kalimat-kalimat halaman 103 itu adalah kenyataan. Sekarang ia melihat ada krisis yang tak terhindarkan, yang bahkan tak bisa dihindari oleh pihak militer sekalipun.
Ia kembali membolak balik beberapa halaman sebelum halaman 103 itu. Tapi ia tetap saja terus menatap tulisan-tulisan di halaman itu.
Jendral Jarot mengumpat pelan, ia menutup laporan itu, dan melihat lagi ke luar jendela. Jendral Jarot adalah sosok militer sejati. Dahulu sebagai prajurit yang bukan warga negara asli Iconesia sulit baginya mendapat kenaikan pangkat. Kariernya menanjak perlahan, dan kini saat telah mencapai puncak ia tak ingin mengalami masa depan seperti yang diperkirakan dalam laporan itu.
Tangannya kirinya menggapai-gapai telepon di atas meja, saat meraihnya ia mengangkat gagangnya dan menekan-nekan angka-angkanya dengan satu tangan.
"Panggil Dewo kesini!" perintahnya tegas.
Seorang pria tampak berjalan bergegas melewati koridor. Di ujung koridor ia menaiki tangga yang membelok dan kemudian memasuki koridor lainnya.
Ia tampak berkeringat dan terengah engah, kemeja birunya, yang tangannya digulung sampai sikut, tampak basah oleh keringat.
Di ujung koridor hanya ada satu pintu. Ia mengetuknya dan membuka pintu itu.
"Siang Pak," katanya..
Ketika ia masuk Jendral Jarot sedang berdiri menatap jendela besar di belakang meja kerjanya. Sang jendral melempar laporan yang tadi dibacanya ke atas meja.
"Coba jelaskan..." kata sang jendral sembari kembali duduk di kursinya yang empuk.
Pria itu, Dewo Dewabrata, menatap laporan yang baru saja dilemparkan ke atas meja. Di atas meja itu memang penuh laporan-laporan, namun laporan yang baru saja dilemparkan itu memang adalah laporan yang memang disusunnya sendiri.
Ia melepaskan kacamatanya, mengelapnya sengan kemeja, lalu mengenakannya lagi. Dengan hati-hati ia mengambil laporan itu,
sekilas judul laporan itu terbaca olehnya, GERICO.
Dewa Dewabrata dikenal sebagai Pakar Telematika oleh masyarakat. Ia kerap dimintai pendapat jika terjadi kasus menghebohkan di dunia maya.
Pada tahun 2006 internet dihebohkan dengan banyak beredarnya foto-foto asusila para pejabat publik, Dewo Dewabrata menjadi terkenal saat membantu para pejabat membersihkan nama mereka dengan mengatakan bahwa foto-foto itu adalah foto rekayasa karena tak ada meta tag-nya.
Ia kini juga menjabat sebagai dewan komisaris Televisi swasta terbesar di Iconesia.
Namun identitas sebenarnya dari Dewo Dewabrata tak diketahui oleh siapapun. Ia sebenarnya adalah intel senior di Badan
Intelejen Nasional. Laporan-laporan yang berserakan di meja Jendral Djarot adalah bukti keberhasilannya menggagalkan aksi intelejen negara asing.
Ia menjadi orang kepercayaan Jendral Djarot sejak lama, sejak ia menggagalkan usaha para peretas membobol data Dephan. Ia juga membangun jaringan internet yang sangat aman di kantor Jendral Djarot. Berikutnya ia berturut-turut menggagalkan aksi intel asing berkedok bimbingan belajar, Waralaba Fried Chicken, jasa kurir, dan terakhir Perusahaan Smart Card.
"Apa ini bener?" tanya Jendral Djarot
"Positif," jawab Dewo "saya yakin 100 persen!"
Jendral Djarot menghela napas, dadanya terasa berat untuk digunakan bernapas. Ia bangkit dari duduknya dan menggebrak meja.
"K..kalau ini bener.." kalimatnya terputus, "Kau tau kan apa artinya?"
Dewo meletakkan kembali laporan itu ke atas meja, "Tau Pak"
"Selesaikan masalah ini! Buat prediksi langkah-langkah mereka & tulis semua alternatif yang bisa dilakukan. Siapkan semua prediksi sumberdaya yang kita butuhkan, personel.. pokoknya semuanya!!" Sang Jendral membentak sambil menunjuk-nunjuk laporan
yang kini kembali tergeletak di atas meja.
"Jangan gagal.." ia memperingatkan, "Kalau sampai gagal, Mati Lo Wo!!!"
Setelah Dewo Dewabrata keluar, Jendral Jarot menghempaskan dirinya di kursi empuknya, kursi itu berderit keras. Ia mencoba merogoh kantung celananya yang sempit dan meraih sapu tangannya.
Ia menyingkirkan beberapa laporan untuk menemukan remote TV di atas meja. TV LCD di sudut ruang kerja menyala seketika.
Acara berita yang tayang menampilkan pidato Fuhrer Tebe, sang Jendral malas melihat wajah si Fuhrer, ia memindahkan channel ke acara berita lain.
Berita itu menampilkan acara Rapat Publik suatu partai baru di Istora Kapten Muslihat. Si reprter berita mengatakan lautan masa sampai memenuhi Jalan Raya Kapten Muslihat sehingga polisi terpaksa menutupnya. Tampak jutaan massa memenuhi Istora dan mereka semua memakai kaus dan membawa bendera bertuliskan lambang partai. Sang Jendral tak sempat melihat tulisannya.
Kemudian wajah sang Jendral menegang, ia mencengkram pegangan kursinya dengan tangan kiri dan mengambil laporan di atas meja
dengan tangan lainnya. Ia tersentak membaca spanduk yang tergantung di podium utama.
Spanduk itu bertuliskan GERICO.
Label: pandemonium